“Ciat,
jeduk.. jeder..plak…”. Pesilat-pesilat Betawi saling tukar pukulan,
tendangan, dan sabetan. Acara ini bertajuk “Festival Kampoeng Silat
Jampang” digagas oleh Dompet Dhuafa dengan maksud melestarikan Silat
yang merupakan bagian dari budaya masyarakat Betawi.
Dalam rangka
menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1432 H, Dompet Dhuafa mengadakan
acara “Festival Kampoeng Silat Jampang”, Selasa (7/12) siang di panggung
lobi Pejaten Village, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Festival
ini menghadirkan parade silat Betawi dari berbagai perguruan Silat,
Marawis, peluncuran “Kampoeng Silat Jampang”, santunan untuk kaum Dhuafa
dan anak yatim.
Adapun rangkaian kegiatan yang terselenggara
adalah panggung seni dan atraksi silat Betawi, serta Marawis. Parade
silat Betawi menampilkan berbagai perguruan silat Betawi dengan latar
belakang musik silat Betawi dengan selingan Marawis.
Menurut
Direktur Program Dompet Dhuafa, Arifin Purwakananta, festival ini
ditujukan untuk meningkatkan budaya silat sebagai bagian dari upaya
character building,”. Selain itu, lanjutnya, untuk mendorong
pemberdayaan melalui seni dan budaya silat di masyarakat.
“Jadi,
kita mulai keterpurukan Silat sebagai budaya yang luhur, tetapi tidak
dimanfaatkan sebagai pembangunan karakter bangsa. Silat lebih dari
beladiri, yaitu budi pekerti luhur bangsa kita, ada karakter ksatria,
tegas, cekat, tangkas, dan berani,” tutur Arifin yang ditemui wartawan
dilokasi terselenggaranya acara.
Di samping itu, acara ini
digagas untuk membantu para guru-guru silat menafkahi diri mereka dan
mengembangkan perguruan mereka. “Oleh karena itu wajib pemberdayaan
kelompok marjinal, caranya kita pertumbuhkan perguruan-perguruan silat,”
ujarnya.
Kampoeng Silat Jampang, terangnya, akan dibuka di
Parung, di mana saat ini sudah ada lima perguruan silat tradisional, dan
dalam jangka pajang akan diisi oleh 10 perguruan silat. “Kita juga akan
menularkanya ke daerah lain,” tandasnya.
Aksi Para Jawara
Arifin
menambahkan, dipilihnya pencak silat sebagai pengembangan kebudayaan
lantaran olahraga beladiri yang merupakan warisan budaya luhur bangsa
mulai tergerus dengan perkembangan zaman. “Silat saat ini terpinggirkan,
dan hanya diajarkan di tempat-tempat tertentu saja. Kami wajib
mengembangkan seni silat untuk layak tampil sebagai warisan budaya luhur
bangsa,” terangnya.
Selain itu, festival ini juga bertujuan
untuk membangun dan menyebarkan bahwa olahraga beladiri pencak silat
sebagai sesuatu yang penting. “Kami mengajarkan kepada para pesilat
untuk mendapatkan “kependekaran” atau sari pati dari gelar pendekar,
yakni sifat cepat, kuat, tegas, aktif, dan ksatria. Dimana hal ini
harusnya diperlukan untuk menyelesaikan masalah bangsa,” papar Arifin.
Festival
Kampoeng Silat Jampang dihadiri oleh 10 perguruan asli Betawi, yang
merupakan bagian kecil khasanah silat Betawi. “Perguruan silat yang
hadir adalah PS Si Bunder, PS Cingkrik Rawa Belong, PS Cingkring Goning,
PS Golokseliwa, PS Beksu H Hasbulloh, PS Macan Belang Jitu, PS Putra
Jakarta, PS Gerak Saka, PS Gerak Cipta, dan PS Zona Madina.
Pada
kesempatan ini para jawara Betawi berkumpul dan mempertontonkan
kebolehan aksi bela diri Pencak Silat dalam Festival Kampoeng Silat
Jampang ini. “Silat saat ini terpinggirkan, dan hanya diajarkan di
tempat-tempat tertentu saja dan kegiatan ini merupakan kerja sama Forum
Diskusi Sahabat Silat, Kampoeng Silat.
Jawara-jawara perguruan
Kampung Silat Jampang saling pamer jurus andalan di perguruan mereka
masing-masing. Dengan karakter gerak yang berbeda-beda, masing-masing
perguruan menunjukan kekhasan.
Ada para jawara yang mengandalkan
kecepatan dan tenaga, dalam rangkaian pukulan dan tendangan mereka, ada
yang melenggak-lenggok seperti menari jaipong, namun dengan kekuatan
pukulan, tendangan, bantingan yang mematikan.
Ada para jawara
yang mengandalkan kecepatan dan tenaga, dalam rangkaian pukulan dan
tendangan mereka, ada yang melenggak-lenggok seperti menari jaipong,
namun dengan kekuatan pukulan, tendangan, bantingan yang mematikan.
Menurut
Arifin, pemilihan tempat festival di mal merupakan terobosan baru.
“Kami memilih kegiatan ini di mal agar bisa diserap publik lebih cepat.
Kami jemput bola,” paparnya.
Sementara, menurut peserta festival
dari perguruan silat Macan Belang Jitu, Aay (17), acara ini bisa membuat
budaya Betawi lebih terangkat derajatnya. “Ya bagus acaranya, dengan
ada di mal seperti ini jadi tertantang untuk menunjukkan kebolehan silat
saya,” ujarnya.
Senada dengan Aay, Ica (14), salah satu peserta
festival dari perguruan yang sama berharap, ke depan acara seperti ini
bisa diadakan kembali.
Friday, November 8, 2013
Tuesday, November 5, 2013
Legenda si Jampang
Alkisah, Setelah dapat meloloskan diri dari hukuman mati Belanda di
Batavia. Abang Jampang lari ke wilayah pinggiran di selatan Batavia.
Jampang bersembunyi di kebun kebun karet dan wilayah yang saat itu masih
berupa hutan. Abang Jampang berpindah pindah tempat utk menghindari
kecurigaan Belanda.
Sesekali Abang Jampang menjadi penyadap karet, sesekali ikut mancing di Kali Suren. Dan menyamar sebagai orang biasa agar tak menarik perhatian Belanda. Belanda dan banyak warga batavia menyangka si Jampang tela dihukum mati akibat melawan Belanda dan membuat onar untuk membantu rakyat kecil di zaman itu. Namun berkat kecerdikannya, sosok mayat yg dikubur ini digantikan si Jampang oleh gedebong pisang. Dan kini Jampang menjalani kehidupan barunya di wilayah hutan kaert di pinggir kali Suren ini. Demikianlah di wilayah batas antara Bogor Banten dan Depok inilah Jampang menyembunyikan diri dari kejaran Belanda.
Si Jampang tak pernah meninggalkan sholat dan mengaji, Di setiap kesempatan dia bertemu orang dia selalu mengajak ke kebaikan, bekerja keras dan taat beribadah. Sambil bekerja si Jampang sering istirahat dan mengambil air sembahyang di mata air di sebelah kebun karet dan melakkan sembahyang. mata air atau entup yang bening dan segar ini menjadi pelepas dahaga disaat kerja dan menjadi penghilang lelah bagi si Jampang.
Sekali waktu si Jampang mengangkut hasil kebuin untuk dianter ke sebuah pasar. Pasar ini tidak besar namun menjadi pusat bagi perdagangan penduduk di sini. Ada sayuran, hasil tangkapan ikan, buah buahan, peralatan rumah tangga dan rokok adalah dagangan yang ada di pasar. Orang orang China yang ada disana jualan makanan dan mercon. Mereka memelihara babi di kandang-kandang rumah tapi tak berjualan babi secara terbuka. Makanya orang -orang nyebut kampung orang orang Cina ini jadi Kampung Kandang. Sering terjadi bentrok antara masyarakat dengan warge keturunan ini namun tak pernah menjalar luas dan dapat diatasi. Orang Cina juga berakulturasi dengan warga menikah dan punya anak.
Kawasan ini jadi lokasi yang penting karena ada di pertigaan menuju Banten Bogor dan Depok. Sekaligus wilayah ini banyak jagoan. Maklum sebagai wilayah perbatasan ini setiap jengkal tanah ada jawaranya. Pengaas wilayah menggunakan bek dan jawara untuk emnmbuat wilayah ini aman dari para begundal yang akan merepotkan.
Nah, Abang Jampang akhirnya harus menjajal silatnya melawan para jawara. "Kalo Abang-abang bisa jatuhin Aye, biar ini wilayah Abang semua, Tapi kalu Aye yg menang, biar ini jadi kampung Aye. Pegimane?" kata Abang Jampang dengan bahasa sopan. Maklum para jawara ini lebih senior dibanding Abang Jampang. Jawara Jawara di Jampang punya silat kesohor dari berbagai wilayah. Ada yang belajar ilmunya di Banten. Ada jawara yang belajar silat di Bogor, dan Juga silat atau maenan pukul betawi. Maklum saja ini memang wilayah perbatasan ketiganya.
Nah pada waktu yg ditentukan, mereka bertemu di sebuah tempat. Waktu yg dipilih adalah malam di suatu tempat yg dirahasiakan di tengah hutan karet. Ada empat oncor bambu, yang menerangi arena tempat para jawara mau jajal ilmu. Para jawara pada dateng sendirian.Abang Jampang sudah sedia menunggu. namun ternyata ada sebagian murid murid dari jawara yg mngintip ngintip di kejauhan.para pendekar tentunya tahu dari bunyi gemeretak daun kering yg diinjak mereka, tapi didiamkan saja asal tidak mengganggu. Sempat ada yg berisik, Abang jampang menendang sebuah ranting kecil,dan kena kepala mereka yg berisik nonton di kejauhan. merekapun nonton dari jauh tanpa berisik.
Tiba tiba lompat Bang Enan ke tengah arena. " Udeh deh, ini jadi wilayah Gue aje" katanya. Bang Enan memang yg paling senior di antara jawara yg hadir. Dengan baju pangsi hitam dan ikat kepala, dan golok terselip di pinggang, Bang Enan memang terlihat gagah dan seram. Daia yg biasa kuasai pasar di wilayah ini. Anak buahnya banyak. Bang Enan menatap para jawara yang bediri mengitarinya satu persatu. Langkahnya tenang namun dari geseran kakinya menandakan ilmu silat yang tinggi.
TIba tiba maju satu orang dari Jawara itu. Perawakannya pendek tapi gempal. Orang orang memanggilnya Bang Nusa. Bang Nusa adalah orang yang disegani karena menguasai tambak dan empang-empang. Silatnya dikenal licin. Dengan peci agak miring dan sarung yang diiakat di pinggang, bang Nusa langsung berhadapan dengan Bang Enan.
"Entar dulu bang, ayo kita pade taroh golok kita" sergah Bang Nusa. Tapi Bang Enan menolak. "pantang bagi gue naruh golok, kalau udah keselip di pinggang" sejenak ada ketegangan antara paera jawara. Mereka saling menatap. Lalu Jampang ambil siara "Jika mau terima usulan Aye, gimane kalao yg jatuh duluan yang kalah dan gak saling mencederai?" Langsung ini disetujui yang lain walau ada yg berat hati bagi sebagian jawara pertarungan adalah hidup dan mati.
Tia tiba satu jurus dua jurus sudah digebrak oleh Bang Enan. Bang Nusa ngelayani dengan hati hati. Ternyata usia Bang Enan tak mempengaruhi kuaitasnya dalam bersilat. Mereka sama sama lihai. Sampai akhirnya sebuah pukulan telah bersarang di rahang bang Enan hingga ada darah keluar dari bibirnya. pertandingan terhenti sejenak. Bang enan agak kalap, seranganya jadi lebih cepat. Malah dengan gesit bisa dikendalikan, dan sebuah sapuan yg cerdik dari Bang Nusa membuat Bang Enan terjerembab jatuh. Bang Enin segera bangun dan pasang kuda kuda lagi. Bang Nus menatapnya, dan Bang Enin faham maksudnya, ia jadi malu dan mengambil goloknya yg terjatuh, lalu berjalan ke pinggir arena sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. Para centeng yag menyaksikan dari jauh berbisik bisik. Ada yang senang ada yang geram melihat pimpinannya kalah.
Semua mata tertuju pada Bang Enan. "Jampang, maju Lo" sambil menunjuk bang Nusa minta Abang Jampang maju ke depan. Dari sisi usia mereka berbeda jauh. Tapi Bang Nusa tahu kemampuan silat Jampang. Jika bisa jatuhkan Jampang, Nusa akan mampu kalahkan semua jawara.
Abang Jampang dengan santun maju ke depan, langkahnya bukan seperti pesilat, tai seperti oran ehndak perngi ngaji. Bang Nusa udah pasang kuda kuda ketika Jampang masih berdiri memagang sarung yang tergantung di pundaknya. "Pasang Lo", gertak Bang Nusa sedikit tersinggung karena Jampang gak terlihat takut kepadanya. Jampang melilitkan sarung di pinggangnyadan mengikatnya. Terlihat gagah dengan peci dan pangsi merah dan sabuk hijaunya. Sambil benahi peci, dia meulai pasang kuda kuda yang ringan. Sejenak kemusian mereka sudah saling adu jurus. Gerakan Abang Jampang lebih tenang. Bang Nusa terlihat mengerahkan semua kekuatannya dalam setiap gerak. Ia kelihatan lebiih lincah saat ini dari pada waktu bertarung lawan Bang Enan yang lebih tua.
Sapuan, pentilan bang Nusa dengan cekatan di kuasai oleh Jampang. Sampai akhirnya Bang Nusa terdorong jauh karena gebrakan Jampang, hinga peci Bang Nusa terpental....Bang Nusa kembali pasang kuda kuda, dia belum terjatuh, bisa mnguasai lagi langkahnya. Pertarungan dilanjutkan karena bang Nusa belum dianggap kalah. Namun segebrak kemudian bang Nusa sudah terjungkal. serudukan Bang Nusa di elak dengan mengambil tenaga Bang Nusa sendiri, sedikit dorongan siku kiri Abang Jampang ka arah pinggang membuat Bang Nusa nyusruk ke tanah. Abang Jampang memenangkan pertarungan ini.
Demikianlah satu persatu jawara tumbang di tangan Abang Jampang. Akhirnya meerka semua menyerah dan sepakat memberi wilayah ini dalam kekuasaan Jampang. Jampang kemudian meminta para Jawara kembali ke rumahnya masing masing dan meminta agar mengamankan wilayahnya.
Demikian kisah si Jampang Lawan 7 Jawara. Sampai jumpa di kisah si Jampang berikutnya.
Sesekali Abang Jampang menjadi penyadap karet, sesekali ikut mancing di Kali Suren. Dan menyamar sebagai orang biasa agar tak menarik perhatian Belanda. Belanda dan banyak warga batavia menyangka si Jampang tela dihukum mati akibat melawan Belanda dan membuat onar untuk membantu rakyat kecil di zaman itu. Namun berkat kecerdikannya, sosok mayat yg dikubur ini digantikan si Jampang oleh gedebong pisang. Dan kini Jampang menjalani kehidupan barunya di wilayah hutan kaert di pinggir kali Suren ini. Demikianlah di wilayah batas antara Bogor Banten dan Depok inilah Jampang menyembunyikan diri dari kejaran Belanda.
Si Jampang tak pernah meninggalkan sholat dan mengaji, Di setiap kesempatan dia bertemu orang dia selalu mengajak ke kebaikan, bekerja keras dan taat beribadah. Sambil bekerja si Jampang sering istirahat dan mengambil air sembahyang di mata air di sebelah kebun karet dan melakkan sembahyang. mata air atau entup yang bening dan segar ini menjadi pelepas dahaga disaat kerja dan menjadi penghilang lelah bagi si Jampang.
Sekali waktu si Jampang mengangkut hasil kebuin untuk dianter ke sebuah pasar. Pasar ini tidak besar namun menjadi pusat bagi perdagangan penduduk di sini. Ada sayuran, hasil tangkapan ikan, buah buahan, peralatan rumah tangga dan rokok adalah dagangan yang ada di pasar. Orang orang China yang ada disana jualan makanan dan mercon. Mereka memelihara babi di kandang-kandang rumah tapi tak berjualan babi secara terbuka. Makanya orang -orang nyebut kampung orang orang Cina ini jadi Kampung Kandang. Sering terjadi bentrok antara masyarakat dengan warge keturunan ini namun tak pernah menjalar luas dan dapat diatasi. Orang Cina juga berakulturasi dengan warga menikah dan punya anak.
Kawasan ini jadi lokasi yang penting karena ada di pertigaan menuju Banten Bogor dan Depok. Sekaligus wilayah ini banyak jagoan. Maklum sebagai wilayah perbatasan ini setiap jengkal tanah ada jawaranya. Pengaas wilayah menggunakan bek dan jawara untuk emnmbuat wilayah ini aman dari para begundal yang akan merepotkan.
Nah, Abang Jampang akhirnya harus menjajal silatnya melawan para jawara. "Kalo Abang-abang bisa jatuhin Aye, biar ini wilayah Abang semua, Tapi kalu Aye yg menang, biar ini jadi kampung Aye. Pegimane?" kata Abang Jampang dengan bahasa sopan. Maklum para jawara ini lebih senior dibanding Abang Jampang. Jawara Jawara di Jampang punya silat kesohor dari berbagai wilayah. Ada yang belajar ilmunya di Banten. Ada jawara yang belajar silat di Bogor, dan Juga silat atau maenan pukul betawi. Maklum saja ini memang wilayah perbatasan ketiganya.
Nah pada waktu yg ditentukan, mereka bertemu di sebuah tempat. Waktu yg dipilih adalah malam di suatu tempat yg dirahasiakan di tengah hutan karet. Ada empat oncor bambu, yang menerangi arena tempat para jawara mau jajal ilmu. Para jawara pada dateng sendirian.Abang Jampang sudah sedia menunggu. namun ternyata ada sebagian murid murid dari jawara yg mngintip ngintip di kejauhan.para pendekar tentunya tahu dari bunyi gemeretak daun kering yg diinjak mereka, tapi didiamkan saja asal tidak mengganggu. Sempat ada yg berisik, Abang jampang menendang sebuah ranting kecil,dan kena kepala mereka yg berisik nonton di kejauhan. merekapun nonton dari jauh tanpa berisik.
Tiba tiba lompat Bang Enan ke tengah arena. " Udeh deh, ini jadi wilayah Gue aje" katanya. Bang Enan memang yg paling senior di antara jawara yg hadir. Dengan baju pangsi hitam dan ikat kepala, dan golok terselip di pinggang, Bang Enan memang terlihat gagah dan seram. Daia yg biasa kuasai pasar di wilayah ini. Anak buahnya banyak. Bang Enan menatap para jawara yang bediri mengitarinya satu persatu. Langkahnya tenang namun dari geseran kakinya menandakan ilmu silat yang tinggi.
TIba tiba maju satu orang dari Jawara itu. Perawakannya pendek tapi gempal. Orang orang memanggilnya Bang Nusa. Bang Nusa adalah orang yang disegani karena menguasai tambak dan empang-empang. Silatnya dikenal licin. Dengan peci agak miring dan sarung yang diiakat di pinggang, bang Nusa langsung berhadapan dengan Bang Enan.
"Entar dulu bang, ayo kita pade taroh golok kita" sergah Bang Nusa. Tapi Bang Enan menolak. "pantang bagi gue naruh golok, kalau udah keselip di pinggang" sejenak ada ketegangan antara paera jawara. Mereka saling menatap. Lalu Jampang ambil siara "Jika mau terima usulan Aye, gimane kalao yg jatuh duluan yang kalah dan gak saling mencederai?" Langsung ini disetujui yang lain walau ada yg berat hati bagi sebagian jawara pertarungan adalah hidup dan mati.
Tia tiba satu jurus dua jurus sudah digebrak oleh Bang Enan. Bang Nusa ngelayani dengan hati hati. Ternyata usia Bang Enan tak mempengaruhi kuaitasnya dalam bersilat. Mereka sama sama lihai. Sampai akhirnya sebuah pukulan telah bersarang di rahang bang Enan hingga ada darah keluar dari bibirnya. pertandingan terhenti sejenak. Bang enan agak kalap, seranganya jadi lebih cepat. Malah dengan gesit bisa dikendalikan, dan sebuah sapuan yg cerdik dari Bang Nusa membuat Bang Enan terjerembab jatuh. Bang Enin segera bangun dan pasang kuda kuda lagi. Bang Nus menatapnya, dan Bang Enin faham maksudnya, ia jadi malu dan mengambil goloknya yg terjatuh, lalu berjalan ke pinggir arena sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. Para centeng yag menyaksikan dari jauh berbisik bisik. Ada yang senang ada yang geram melihat pimpinannya kalah.
Semua mata tertuju pada Bang Enan. "Jampang, maju Lo" sambil menunjuk bang Nusa minta Abang Jampang maju ke depan. Dari sisi usia mereka berbeda jauh. Tapi Bang Nusa tahu kemampuan silat Jampang. Jika bisa jatuhkan Jampang, Nusa akan mampu kalahkan semua jawara.
Abang Jampang dengan santun maju ke depan, langkahnya bukan seperti pesilat, tai seperti oran ehndak perngi ngaji. Bang Nusa udah pasang kuda kuda ketika Jampang masih berdiri memagang sarung yang tergantung di pundaknya. "Pasang Lo", gertak Bang Nusa sedikit tersinggung karena Jampang gak terlihat takut kepadanya. Jampang melilitkan sarung di pinggangnyadan mengikatnya. Terlihat gagah dengan peci dan pangsi merah dan sabuk hijaunya. Sambil benahi peci, dia meulai pasang kuda kuda yang ringan. Sejenak kemusian mereka sudah saling adu jurus. Gerakan Abang Jampang lebih tenang. Bang Nusa terlihat mengerahkan semua kekuatannya dalam setiap gerak. Ia kelihatan lebiih lincah saat ini dari pada waktu bertarung lawan Bang Enan yang lebih tua.
Sapuan, pentilan bang Nusa dengan cekatan di kuasai oleh Jampang. Sampai akhirnya Bang Nusa terdorong jauh karena gebrakan Jampang, hinga peci Bang Nusa terpental....Bang Nusa kembali pasang kuda kuda, dia belum terjatuh, bisa mnguasai lagi langkahnya. Pertarungan dilanjutkan karena bang Nusa belum dianggap kalah. Namun segebrak kemudian bang Nusa sudah terjungkal. serudukan Bang Nusa di elak dengan mengambil tenaga Bang Nusa sendiri, sedikit dorongan siku kiri Abang Jampang ka arah pinggang membuat Bang Nusa nyusruk ke tanah. Abang Jampang memenangkan pertarungan ini.
Demikianlah satu persatu jawara tumbang di tangan Abang Jampang. Akhirnya meerka semua menyerah dan sepakat memberi wilayah ini dalam kekuasaan Jampang. Jampang kemudian meminta para Jawara kembali ke rumahnya masing masing dan meminta agar mengamankan wilayahnya.
Demikian kisah si Jampang Lawan 7 Jawara. Sampai jumpa di kisah si Jampang berikutnya.
Jampang, Desa Wisata Silat
Ingatkah kamu tentang kisah Si Jampang? Si Jampang adalah seorang
jawara silat yang ikut melawan Belanda. Nah, di Bogor, ada sebuah desa
bernama Desa Jampang, lo. Wah, tempat apa ya, itu?
Desa Silat
Desa Jampang terletak di Jl. Raya Parung, Kemang, Kabupaten Bogor. Desa ini juga sering dikenal sebagai Kampung Silat. Itu karena, desa ini memang sedang dikembangkan menjadi desa wisata silat.
Silat sendiri adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Desa Jampang. Apalagi, ilmu bela diri silat juga merupakan bagian dari sejarah Desa Jampang. Tak heran jika silat masih lestari di desa ini. Bahkan, silat juga menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler di semua sekolah di Desa Jampang, lo!
Legenda Si Jampang
Ssst, tahukah kamu bahwa nama Desa Jampang ternyata tidak lepas dari kisah Si Jampang, jawara silat? Nah, pada jaman dahulu, Jampang adalah sebutan bagi seluruh wilayah yang berada di Sukabumi, sampai Parung, Bogor. Dulunya, daerah Jampang ini merupakan daerah kekuasaan Si Jampang. Namun sekarang, daerah itu sudah terbagi-bagi ke dalam berbagai wilayah dan otonomi. Meski begitu, desa ini tetap bernama Desa Jampang.
Karena memiliki hubungan yang erat dengan sang jawara, desa ini jadi mewarisi budaya silat Jampang. Bahkan, di sini juga mempelajari Jurus Jampang, lo. Ada pula sumur yang dipercaya sebagai sumur Si Jampang.
Kampungnya Para Jawara
Sebagai informasi, Kampung Silat ini dirintis sejak tahun 2009 dan sedang dikembangkan menjadi tempat wisata budaya dan olahraga. Nah, desa ini juga dikenal sebagai desa yang suka silat atau desanya para pesilat. Tidak heran, karena di desa ini terdapat 5 perguruan silat, dengan sekitar 1.000 pesilat aktif. Bahkan, tahun 2013 nanti, ditargetkan ada 15 perguruan silat di sini. Waaah!
Nah, karena sedang dikembangkan menjadi desa wisata, desa ini juga memiliki program istimewa bagi para wisatawan, lo. Di sini, wisatawan bisa menonton silat, belajar silat, fotografi dan koreografi silat. O iya, pada tanggal 4 November lalu, desa ini juga menggelar Festival Kampoeng Jampang yang ramai dan meriah.
Wah..wah..wah..hebat, ya? Nah, bagi kamu yang ingin belajar silat, jangan lupa datang ke Desa Jampang, ya!
Sumber : Kidnesia
Desa Silat
Desa Jampang terletak di Jl. Raya Parung, Kemang, Kabupaten Bogor. Desa ini juga sering dikenal sebagai Kampung Silat. Itu karena, desa ini memang sedang dikembangkan menjadi desa wisata silat.
Silat sendiri adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Desa Jampang. Apalagi, ilmu bela diri silat juga merupakan bagian dari sejarah Desa Jampang. Tak heran jika silat masih lestari di desa ini. Bahkan, silat juga menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler di semua sekolah di Desa Jampang, lo!
Legenda Si Jampang
Ssst, tahukah kamu bahwa nama Desa Jampang ternyata tidak lepas dari kisah Si Jampang, jawara silat? Nah, pada jaman dahulu, Jampang adalah sebutan bagi seluruh wilayah yang berada di Sukabumi, sampai Parung, Bogor. Dulunya, daerah Jampang ini merupakan daerah kekuasaan Si Jampang. Namun sekarang, daerah itu sudah terbagi-bagi ke dalam berbagai wilayah dan otonomi. Meski begitu, desa ini tetap bernama Desa Jampang.
Karena memiliki hubungan yang erat dengan sang jawara, desa ini jadi mewarisi budaya silat Jampang. Bahkan, di sini juga mempelajari Jurus Jampang, lo. Ada pula sumur yang dipercaya sebagai sumur Si Jampang.
Kampungnya Para Jawara
Sebagai informasi, Kampung Silat ini dirintis sejak tahun 2009 dan sedang dikembangkan menjadi tempat wisata budaya dan olahraga. Nah, desa ini juga dikenal sebagai desa yang suka silat atau desanya para pesilat. Tidak heran, karena di desa ini terdapat 5 perguruan silat, dengan sekitar 1.000 pesilat aktif. Bahkan, tahun 2013 nanti, ditargetkan ada 15 perguruan silat di sini. Waaah!
Nah, karena sedang dikembangkan menjadi desa wisata, desa ini juga memiliki program istimewa bagi para wisatawan, lo. Di sini, wisatawan bisa menonton silat, belajar silat, fotografi dan koreografi silat. O iya, pada tanggal 4 November lalu, desa ini juga menggelar Festival Kampoeng Jampang yang ramai dan meriah.
Wah..wah..wah..hebat, ya? Nah, bagi kamu yang ingin belajar silat, jangan lupa datang ke Desa Jampang, ya!
Sumber : Kidnesia
Subscribe to:
Posts (Atom)