Alkisah, Setelah dapat meloloskan diri dari hukuman mati Belanda di
Batavia. Abang Jampang lari ke wilayah pinggiran di selatan Batavia.
Jampang bersembunyi di kebun kebun karet dan wilayah yang saat itu masih
berupa hutan. Abang Jampang berpindah pindah tempat utk menghindari
kecurigaan Belanda.
Sesekali Abang Jampang menjadi penyadap karet, sesekali ikut mancing di
Kali Suren. Dan menyamar sebagai orang biasa agar tak menarik perhatian
Belanda. Belanda dan banyak warga batavia menyangka si Jampang tela
dihukum mati akibat melawan Belanda dan membuat onar untuk membantu
rakyat kecil di zaman itu. Namun berkat kecerdikannya, sosok mayat yg
dikubur ini digantikan si Jampang oleh gedebong pisang. Dan kini Jampang
menjalani kehidupan barunya di wilayah hutan kaert di pinggir kali
Suren ini. Demikianlah di wilayah batas antara Bogor Banten dan Depok
inilah Jampang menyembunyikan diri dari kejaran Belanda.
Si Jampang tak pernah meninggalkan sholat dan mengaji, Di setiap
kesempatan dia bertemu orang dia selalu mengajak ke kebaikan, bekerja
keras dan taat beribadah. Sambil bekerja si Jampang sering istirahat dan
mengambil air sembahyang di mata air di sebelah kebun karet dan
melakkan sembahyang. mata air atau entup yang bening dan segar ini
menjadi pelepas dahaga disaat kerja dan menjadi penghilang lelah bagi si
Jampang.
Sekali waktu si Jampang mengangkut hasil kebuin untuk dianter ke sebuah
pasar. Pasar ini tidak besar namun menjadi pusat bagi perdagangan
penduduk di sini. Ada sayuran, hasil tangkapan ikan, buah buahan,
peralatan rumah tangga dan rokok adalah dagangan yang ada di pasar.
Orang orang China yang ada disana jualan makanan dan mercon. Mereka
memelihara babi di kandang-kandang rumah tapi tak berjualan babi secara
terbuka. Makanya orang -orang nyebut kampung orang orang Cina ini jadi
Kampung Kandang. Sering terjadi bentrok antara masyarakat dengan warge
keturunan ini namun tak pernah menjalar luas dan dapat diatasi. Orang
Cina juga berakulturasi dengan warga menikah dan punya anak.
Kawasan ini jadi lokasi yang penting karena ada di pertigaan menuju
Banten Bogor dan Depok. Sekaligus wilayah ini banyak jagoan. Maklum
sebagai wilayah perbatasan ini setiap jengkal tanah ada jawaranya.
Pengaas wilayah menggunakan bek dan jawara untuk emnmbuat wilayah ini
aman dari para begundal yang akan merepotkan.
Nah, Abang Jampang akhirnya harus menjajal silatnya melawan para jawara.
"Kalo Abang-abang bisa jatuhin Aye, biar ini wilayah Abang semua, Tapi
kalu Aye yg menang, biar ini jadi kampung Aye. Pegimane?" kata Abang
Jampang dengan bahasa sopan. Maklum para jawara ini lebih senior
dibanding Abang Jampang. Jawara Jawara di Jampang punya silat kesohor
dari berbagai wilayah. Ada yang belajar ilmunya di Banten. Ada jawara
yang belajar silat di Bogor, dan Juga silat atau maenan pukul betawi.
Maklum saja ini memang wilayah perbatasan ketiganya.
Nah pada waktu yg ditentukan, mereka bertemu di sebuah tempat. Waktu yg
dipilih adalah malam di suatu tempat yg dirahasiakan di tengah hutan
karet. Ada empat oncor bambu, yang menerangi arena tempat para jawara
mau jajal ilmu. Para jawara pada dateng sendirian.Abang Jampang sudah
sedia menunggu. namun ternyata ada sebagian murid murid dari jawara yg
mngintip ngintip di kejauhan.para pendekar tentunya tahu dari bunyi
gemeretak daun kering yg diinjak mereka, tapi didiamkan saja asal tidak
mengganggu. Sempat ada yg berisik, Abang jampang menendang sebuah
ranting kecil,dan kena kepala mereka yg berisik nonton di kejauhan.
merekapun nonton dari jauh tanpa berisik.
Tiba tiba lompat Bang Enan ke tengah arena. " Udeh deh, ini jadi wilayah
Gue aje" katanya. Bang Enan memang yg paling senior di antara jawara yg
hadir. Dengan baju pangsi hitam dan ikat kepala, dan golok terselip di
pinggang, Bang Enan memang terlihat gagah dan seram. Daia yg biasa
kuasai pasar di wilayah ini. Anak buahnya banyak. Bang Enan menatap para
jawara yang bediri mengitarinya satu persatu. Langkahnya tenang namun
dari geseran kakinya menandakan ilmu silat yang tinggi.
TIba tiba maju satu orang dari Jawara itu. Perawakannya pendek tapi
gempal. Orang orang memanggilnya Bang Nusa. Bang Nusa adalah orang yang
disegani karena menguasai tambak dan empang-empang. Silatnya dikenal
licin. Dengan peci agak miring dan sarung yang diiakat di pinggang, bang
Nusa langsung berhadapan dengan Bang Enan.
"Entar dulu bang, ayo kita pade taroh golok kita" sergah Bang Nusa. Tapi
Bang Enan menolak. "pantang bagi gue naruh golok, kalau udah keselip di
pinggang" sejenak ada ketegangan antara paera jawara. Mereka saling
menatap. Lalu Jampang ambil siara "Jika mau terima usulan Aye, gimane
kalao yg jatuh duluan yang kalah dan gak saling mencederai?" Langsung
ini disetujui yang lain walau ada yg berat hati bagi sebagian jawara
pertarungan adalah hidup dan mati.
Tia tiba satu jurus dua jurus sudah digebrak oleh Bang Enan. Bang Nusa
ngelayani dengan hati hati. Ternyata usia Bang Enan tak mempengaruhi
kuaitasnya dalam bersilat. Mereka sama sama lihai. Sampai akhirnya
sebuah pukulan telah bersarang di rahang bang Enan hingga ada darah
keluar dari bibirnya. pertandingan terhenti sejenak. Bang enan agak
kalap, seranganya jadi lebih cepat. Malah dengan gesit bisa
dikendalikan, dan sebuah sapuan yg cerdik dari Bang Nusa membuat Bang
Enan terjerembab jatuh. Bang Enin segera bangun dan pasang kuda kuda
lagi. Bang Nus menatapnya, dan Bang Enin faham maksudnya, ia jadi malu
dan mengambil goloknya yg terjatuh, lalu berjalan ke pinggir arena
sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya. Para centeng yag
menyaksikan dari jauh berbisik bisik. Ada yang senang ada yang geram
melihat pimpinannya kalah.
Semua mata tertuju pada Bang Enan. "Jampang, maju Lo" sambil menunjuk
bang Nusa minta Abang Jampang maju ke depan. Dari sisi usia mereka
berbeda jauh. Tapi Bang Nusa tahu kemampuan silat Jampang. Jika bisa
jatuhkan Jampang, Nusa akan mampu kalahkan semua jawara.
Abang Jampang dengan santun maju ke depan, langkahnya bukan seperti
pesilat, tai seperti oran ehndak perngi ngaji. Bang Nusa udah pasang
kuda kuda ketika Jampang masih berdiri memagang sarung yang tergantung
di pundaknya. "Pasang Lo", gertak Bang Nusa sedikit tersinggung karena
Jampang gak terlihat takut kepadanya. Jampang melilitkan sarung di
pinggangnyadan mengikatnya. Terlihat gagah dengan peci dan pangsi merah
dan sabuk hijaunya. Sambil benahi peci, dia meulai pasang kuda kuda yang
ringan. Sejenak kemusian mereka sudah saling adu jurus. Gerakan Abang
Jampang lebih tenang. Bang Nusa terlihat mengerahkan semua kekuatannya
dalam setiap gerak. Ia kelihatan lebiih lincah saat ini dari pada waktu
bertarung lawan Bang Enan yang lebih tua.
Sapuan, pentilan bang Nusa dengan cekatan di kuasai oleh Jampang. Sampai
akhirnya Bang Nusa terdorong jauh karena gebrakan Jampang, hinga peci
Bang Nusa terpental....Bang Nusa kembali pasang kuda kuda, dia belum
terjatuh, bisa mnguasai lagi langkahnya. Pertarungan dilanjutkan karena
bang Nusa belum dianggap kalah. Namun segebrak kemudian bang Nusa sudah
terjungkal. serudukan Bang Nusa di elak dengan mengambil tenaga Bang
Nusa sendiri, sedikit dorongan siku kiri Abang Jampang ka arah pinggang
membuat Bang Nusa nyusruk ke tanah. Abang Jampang memenangkan
pertarungan ini.
Demikianlah satu persatu jawara tumbang di tangan Abang Jampang.
Akhirnya meerka semua menyerah dan sepakat memberi wilayah ini dalam
kekuasaan Jampang. Jampang kemudian meminta para Jawara kembali ke
rumahnya masing masing dan meminta agar mengamankan wilayahnya.
Demikian kisah si Jampang Lawan 7 Jawara. Sampai jumpa di kisah si Jampang berikutnya.
No comments:
Post a Comment